Lagu
terakhir usai dengan iringan petikan gitar. Indra menengadah ke langit
kamarnya. Pandangannya menyuram. Ia pejamkan mata dan memutar kembali memori
ingatannya,
“Aku sayang kamu.” Ucap
seorang laki-laki yang dibalas dengan
senyuman dan semburat merah di pipi seorang gadis dihadapannya.
“aku juga sayang kamu.
Tapi, aku gak siap untuk LDR.” Jawab gadis itu.
“gak apa-apa. Aku siap
kok, meski harus ditinggalin kamu ke Raleigh’. Aku siap. Karena bagi aku, Cuma
kamu. Enggak ada yang lain.” Laki-laki itu menunduk menutupi wajahnya yang
berubah memerah. Lalu laki-laki itu memeluk gadis itu dengan erat.
“I’ll miss you. Apapun
yang kamu lakukan, aku percaya kalau kamu memang untuk aku.”
Ia
menghela nafas setelah mengingat kenangan beberapa bulan yang lalu. Ya,
beberapa bulan.
“ndra,
nih ada Farid. Keluar dulu gih,
samperin.” Panggil ibunya dari luar kamarnya. Dengan berat, ia melangkahkan
kakinya untuk menemui Farid.
“darimana
aja lu? Gua chat enggak di read
mulu.” Sambut Farid sambil mengajak bersalaman.
“maaf,
tadi keasyikan main gitar jadi enggak gua lihat chat dari elu. Jadi, gimana
projek UKM Photografi kita?”
“yah,gitu.
Kita kalah start sama kelas sebelah. Mereka buat UKM Lukisan Seniman Muda gitu.
Tadi sih, gua udah nanya Pak Badri, katanya harus nunggu keputusan Kepala
Sekolah.”
“jadi,
selama ini, kemana aja proposal kita? Mandeg
di ruang TU aja dong.” Ucap laki-laki
berwajah manis itu yang dijawab anggukan pelan oleh temannya.
“gimana
kabar Gita ? elo masih berhubungan baik sama dia, kan?” tanya Farid setelah
beberapa lama suasana menghening yang membuat Indra kembali menerawang.
“ah..udah
deh. Masih banyak adik kelas yang kece-kece. Jangan-jangan juga dia di Raleigh’
udah punya gebetan. Ckckckck.” Ujar Farid sambil menepuk pundak Indra.
“terakhir,
dia mengirimkan e-mail yang isinya, dia mau fokus sekolah dulu dan enggak mau
keganggu oleh hubungan ini.”
“tuh
kan’, gua bilang juga apa. Terkadang itu hanya kata-kata kiasan. Kenyataannya
pasti enggak gitu.”
Indra
kembali terdiam. Jujur saja, Gita adalah cinta pertamanya. Gadis pertama yang
disukainya. Ada rasa tak rela untuk melepasnya begitu saja. Namun, tidak
mungkin juga untuk memaksakan perasaan gadis mungil itu.
Farid
yang melihat suasana kembali suram disekeliling temannya itu pun mendekati dan
merangkul pundaknya.
“elu
bisa dapetin yang lebih baik dari dia. Udah 1/2 tahun elu berhubungan sama dia.
Bukannya itu waktu yang cukup untuk elu memiliki dia.”
“enggak,
far. Enggak cukup. Elu kira kita bisa lupain orang yang kita sayang dalam
sekejap?”
“iyaaa...
gua tahu. Tapi, enggak seharusnya elu terpuruk gini.”
Indra
kembali merenungkan kata-kata Farid. Salahkah jika ia selalu galau kala
mengingat Gita.
“ehm..
udah deh. Udah malem. Gua balik dulu. Sampai jumpa di sekolah yo.” Ucap Farid
undur diri dan pamit ke ibunya Indra.
***
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar